PUASA TAPI TIDAK SHOLAT


Bismillahirrahmanirrahim...
"Menjauhi maksiat"
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa” (HR. Ibnu Khuzaimah 7: 282 dan Hakim 4: 111. Syaikh Al Albani dalam Shohih At-Targib wa At-Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Jangan sampai orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Betapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga saja. Betapa banyak pula yang melakukan shalat malam, hanya jadinya begadang di malam hari.” (HR. Ahmad 2: 373. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid).
"Meninggalkan Shalat Bisa Merusak Amal"
Ibnul Qayyim rahimahullah menerangkan, menghapus amalan ada dua yaitu umum dan khusus.
Penghapus amalan yang umum ada dua yaitu yang menghapuskan amalan kebaikan seluruhnya yaitu dengan murtad (melakukan pembatal keislaman atau keluar dari Islam) dan yang menghapuskan setiap kejelekan (dosa) yaitu dengan bertaubat.
Penghapus amalan yang khusus yaitu antara kebaikan dan kejelekan itu menghapuskan satu dan lainnya. Ini adalah penghapus amalan yang bersifat parsial namun bersyarat.
Perlu diketahui bahwa kekafiran dan iman itu bisa menghapuskan satu dan lainnya, begitu pula cabang kekafiran dan cabang keimanan bisa menghapuskan satu dan lainnya. Jika semakin besar cabang keimanan atau kekafiran tersebut, maka semakin banyak yang hilang dari cabang keimanan atau kekafiran tersebut. (Lihat Ash-Shalah, hlm. 60).
Karena saking pentingnya shalat, meninggalkan satu shalat saja bisa menghapuskan amalan, seperti yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan mengenai shalat Ashar :
“Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, maka terhapuslah amalannya” (HR. Bukhari no. 594)
"Tidak Shalat Bukanlah Muslim"
Coba perhatikan hadits berikut yang menunjukkan bahayanya meninggalkan shalat.
Dari Mihjan, ia berkata,
“Beliau pernah berada di majelis bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dikumandangkan azan untuk shalat. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, lalu mengerjakan shalat, sedangkan Mihjan masih dudk di tempat semula. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan :
“Apa yang menghalangimu shalat, bukankah engkau adalah seorang muslim?”
Lalu Mihjan mengatakan :
“Betul. Akan tetapi saya sudah melaksanakan shalat bersama keluargaku.”

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan padanya :
“Apabila engkau datang, shalatlah bersama orang-orang, walaupun engkau sudah shalat.”
(HR. An-Nasa’i no. 858 dan Ahmad 4: 34. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits inihasan)
Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan pembeda antara muslim dan kafir dengan shalat.
Maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada Mihjan, seandainya ia muslim, maka pasti akan shalat. Hal ini sama saja jika dikatakan :
“Kenapa engkau tidak berbicara, bukankah engkau adalah orang yang mampu berbicara ?..” atw
“Kenapa engkau tidak bergerak, bukankah engkau orang yang hidup ?..”
Seandainya seseorang disebut muslim tanpa mengerjakan shalat, maka tentu tidak perlu dikatakan pada orang yang tidak shalat,
“Bukankah kamu adalah seorang muslim?” (Ash-Shalah, hlm. 41)
Saat-saat ‘Umar bin Al-Khattab menjelang sakratul maut setelah mengalami pendarahan akibat luka tusuk, beliau berkata :
“Orang yang meninggalkan shalat bukanlah muslim.” (Riwayat ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ash Shalah, hlm. 41-42)
Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq,
“Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan seorang kafir kecuali shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2622 dan Hakim 1: 7.)
Perkataan ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad [periwayat] hadits ini adalah shahih. Lihat Ats-Tsamar Al-Mustathob fi Fiqh As-Sunnah wa Al-Kitab, hal. 52
"Sayangnya Jika Hanya Shalat di Bulan Ramadhan"
Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’ pernah ditanya :
“Apabila seseorang hanya di bulan Ramadhan semangat melakukan puasa dan shalat, namun setelah Ramadhan berakhir dia meninggalkan shalat, apakah puasanya di bulan Ramadhan diterima ?..”
Jawab:
“Shalat merupakan salah satu rukun Islam. Shalat merupakan rukun Islam terpenting setelah dua kalimat syahadat. Dan hukum shalat adalah wajib bagi setiap individu.
"Barang siapa meninggalkan shalat karena menentang kewajibannya atau meninggalkannya karena menganggap remeh dan malas-malasan, ia adalah kafir.
"Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. sebagai mana salaf mengatakan :
“Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah.) walau hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda :
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat, barang siapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari Buraidah Al Aslamiy)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam, tiangnya (penopangnya) adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu)
“Pembatas antara seorang muslim dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah Al-Anshariy).
Dan banyak hadits yang semakna dengan hadits-hadits di atas.
Fatwa di atas ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdur Razaq ‘Afifi selaku wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Mani’ dan ‘Abdullah bin Ghudayan selaku anggota.
(Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah Li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’, pertanyaan ke-3, Fatawa no. 102, 10: 139-141)
"Puasa Tetapi Tidak Shalat"
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata :
"Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat berarti kafir dan murtad"
Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala :
”Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah: 11)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. An-Nasa’i no. 463, Tirmidzi no. 2621, Ibnu Majah no. 1079 dan Ahmad 5: 346. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut termasuk ijma’ (kesepakatan) para sahabat.
‘Abdullah bin Syaqiq (seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengatakan :
“Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila orang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara shalat.” Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Am
alan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.

Ingat .. “Shalatlah kemudian tunaikanlah puasa”. Adapun jika engkau berpuasa namun tidak shalat, amalan puasamu akan tertolak karena orang kafir tidak diterima ibadah dari Nya. (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibnu ‘Utsaimin, 17: 62)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »